MEMPERKUAT RESILIENSI INDUSTRI PERUNGGASAN
Dari latar belakang tersebut diperlukan resiliensi dari semua pihak agar transformasi industri perunggasan dapat berjalan dengan baik, selain solusi yang komperehensif tentang permasalahan industri perunggasan. Hal tersebut dibahas dalam webinar Indonesian Poultry Club (IPC) 2022 “Memperkuat Resiliensi Industri Perunggasan”, Selasa (19/4/2022).
Dalam sambutannya, Prof Bungaran Saragih, yang merupakan mantan Menteri Pertanian periode 2001-2004, mengemukakan bahwa polemik yang terjadi di industri perunggasan karena pertumbuhan industri yang tidak dibarengi dengan pembangunan yang berkelanjutan.
“Kita harus lakukan perbaikan mulai dari level makro, mikro, perusahaan dan sebagainya. Karena kalau kita tidak berhati-hati dengan masalah yang ada, industri ini akan semakin kesulitan,” katanya.
Ia menduga beberapa hal yang menyebabkan resiliensi belum seperti yang diharapkan dari kaca mata makro dan pembangunan berkelanjutan, karena struktur agribisnis (hulu hingga hilir) industri perunggasan tidak efisien. Kemudian industri perunggasan belum mampu menyesuaikan diri terhadap pertumbuhan yang dialami.
“Banyak perusahaan unggas kita hanya melihat wilayah Jawa dan sebagai kecil di Sumatra, belum melihat Indonesia secara keseluruhan, ini sangat belum berkembang. Jikalau seperti ini, industri akan semakin kesulitan dan akan begitu-gitu saja,” ucap dia.
“Bayangan saya industri perunggasan harus bisa melakukan desentralisasi, mengingat negara kita adalah negara kepulauan. Kemudian kerja sama win win antara pengusaha, peternak dan pemerintah yang saat ini masih kurang diperkuat.”
Lebih lanjut dikatakan Bungaran, kebijakan pemerintah yang berjangka panjang, konsisten dan solutif juga sangat dibutuhkan. “Butuh kerja sama antara pelaku bisnis dan pemerintah untuk bersama-sama membangun industri perunggasan,” tukasnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB University, Prof Muladno, mengenai sinergi dan kolaborasi di industri perunggasan. Ia menekankan tiga target untuk capaian akhir, diantaranya mewujudkan integrator horizontal, menerbitkan regulasi khusus integrator vertikal dan integrator horizontal, serta memperbaiki infrastruktur dan suprastruktur perunggasan dari hulu ke hilir.
“Dengan ‘pendidikan’ menuju bisnis kolektif berjamaah untuk membentuk integrator horizontal. Sebab, industri perunggasan saat ini amburadul. Pelaku usaha yang rapih dan profesional ya kelompok integrator vertikal itu, di luar itu semrawut,” ucapnya dalam diskusi di kolom chat box webinar.
Ia menambahkan, “Maka saya mengajak pelaku non-integrator bersatu kompak dan berjamaah membentuk integrator horizontal. Integrator ini didampingi selalu secara institusi oleh pemerintah dan perguruan tinggi. Ribuan perguruan tinggi di seluruh Indonesia harus dikonsolidasikan untuk mendampingi peternak agar teratur.”
Dalam pemaparannya, Muladno juga menjabarkan lima langkah strategis. Diantaranya distribusi peran pemerintah dalam pembinaan perunggasan (Pemerintah Pusat untuk perusahaan GPS, Pemerintah Provinsi untuk perusahaan PS dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk koperasi produsen FS). “Ini dibagi-bagi tugasnya,” kata dia.
Kemudian penyatuan asosiasi perunggasan, pembentukan konsorsium perguruan tinggi untuk perunggasan, pendataan populasi ayam (GPS, PS, FS) dan pembentukan koperasi produsen di setiap kecamatan (kabupaten). Dengan begitu, ia meyakini pembangunan industri perunggasan akan menjadi lebih baik.
Sementara menurut Kepala Bagian Bisnis dan Kewirausahaan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Rachmat Pambudy, agar industri perunggasan menjadi lebih berkembang, bukan dengan melakukan pemotongan produksi yang over supply, tetapi lebih kepada pendekatan peningkatan konsumsi.
Mengingat dari data pemerintah, dengan populasi penduduk sebanyak 276 juta jiwa, konsumsi daging ayam hanya sebesar 11 kg/kapita/tahun, masih kalah jauh dibanding Malaysia yang mencapai lebih dari 40 kg/kapita/tahun.
Pada kesempatan tersebut, webinar juga dihadiri Dekan Sekolah Vokasi IPB University Prof Arief Daryanto, Ketua Badan Kejuruan Teknik Peternakan Persatuan Insinyur Indonesia Prof Ali Agus dan Ketua FMPI Don P. Utoyo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *