Direktur Keuangan PT Malindo Feedmil Tbk Rudy Hartono (kiri), Direktur Rewin Hanrahan, Corporate Secretary Andreas Hendjan saat memberikan paparan publik atas kinerja laporan keungan tahun buku 2018 di Jakarta, Kamis (20/6/2019).

PT Malindo Feedmil Tbk. memperkirakan ada turbulensi dalam bisnis perunggasan pada awal semester II/2019. Di sisi lain, isu kebijakan pemangkasan produksi sebesar 30% bagi tiap integrator belum juga diteken.

Direktur Keuangan PT Malindo Feedmil Tbk Rudy Hartono mengatakan bahwa memasuki semester II, semua perusahaan perunggasan akan mengalami hal yang sama yakni penurunan permintan. Pasalnya, lanjut Rudy, setelah Lebaran dan pra-masuk sekolah permintaan untuk konsumsi ayam selalu turun setiap tahun.

 

“Semester II sentimen yang perlu diperhatikan adalah penurunan demand karena siklusnya selalu begitu,” katanya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.

Oleh sebab itu dia berharap ada campur tangan pemerintah untuk memperbaiki harga baik untuk pengusaha, peternak dan konsumen. Sebagai informasi, harga jual ayam berada pada level Rp9.000/kg, sedangkan biaya produksi sekitar Rp19.000/kg. Rudy mengatakan bahwa antara pelaku usaha dan regulator punya kesamaan visi, yakni menginginkan pasar yang stabil. Jadi memberikan ekosistem yang baik bagi semua orang.

Pihaknya juga lagi menunggu keputusan pemerintah untuk meneken kebijakan pemangkasan produksi 30% di tiap integrator. “Berapa pun permintaan pengurangan kami akan ikut 5%, 10% atau 30% selama tidak 100%. Market memang sedang jelek tapi ini hanya temporer,” ungkapnya.

PT MALINDO FEEDMIL TBK

Adapun ketika ditanya pemangkasan itu juga akan berimbas pada pendapatan perseroan, Rudy menampik hal tersebut. Menurutnya masih ada segmen bisni lain yang bisa digenjot oleh PT Malindo Feedmil Tbk seperti segmen pakan ternak. Pemangkasan produksi berdasarkan presentasi pun sudah tepat karena tiap pemain punya skala bisnis yang berbeda.

“Keadaan saat ini tidak bagus, baik itu harga broiler yang turun atau permintaan day old chicken [DOC] yang jelek walaupun itu wajar. Tapi pemerintah maunya stabil, sementara ketika permintaan lagi turun suplai kan tidak bisa disetop. Jadi kita tinggal ikut kebijakan pemerintah saja, integrator tidak masalah,” katanya.

Lebih-lebih, Rudy menyebut dengan pemangkasan maka harga akan membaik sehingga permintaan dari peternak juga akan meningkat. Pasalnya dengan anjloknya harga permintaan kepada integrator juga ikut menurun. Di sisi lain, peternak yang menjadi mitra juga kesulitan untuk membayar piutang kepada perusahaan.

Pada laporan keuangan saja ada piutang yang dialihkan menjadi bad debt sebesar Rp40 miliar. Kendati demikian, Rudy tetap melihat itu sebagai hal yang wajar karena sejak perusahaan berjalan hanya 1% yang menjadi bad debt.

“Permrintah coba menyelematkan peternak yang mendapat harga jelek. Dari situ, permintaan pasti akan terefek atau berisiko menjadi bad debt. Sejauh ini perusahaan coba bertahan secara baik dengan mengelola supaya tidak jadi gelombang risiko kedua,” katanya.

Sebagai informasi, segmen penjualan Pakan Ternak, DOC, Ayam Pedaging PT Malindo Feedmil Tbk masing-masing memberikan kontribusi sebesar 62%, 20%,dan 13%. Sementara itu, sisa 3% merupakan penjualan lainnya seperti penjualan daging olahan, telur, ayam afkir, dan sebagainya. PT Malindo Feedmil Tbk  mencatatkan penjualan pada 2018 sebesar Rp6,7 triliun atau meningkat 23,2% dari tahun sebelumnya.

Sementara itu, pada kuarta I/2019, PT Malindo Feedmil Tbk mencatatkan penjualan Rp1,94 triliun naik 32% secara tahunan. Adapun penjualan masih ditopang oleh segmen pakan ternak yang naik 36,9% atau sebessar Rp341,7 miliar dan penjualan DOC yang meningkat sebesar 49,7% atau Rp126,9 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Narasumber : market.bisnis.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *