Harga jagung diperkirakan akan memasuki level kritisnya pada pekan ketiga Januari sampai akhir Februari di tengah stok yang makin menipis. Panen raya yang diprediksi mundur dan hambatan pengeringan jagung selama musim hujan pun turut berkontribusi pada harga yang merangkak naik.

Badan Ketahanan Pangan (BKP) memproyeksi produksi jagung pada 2020 akan memasuki puncaknya pada Februari sampai Maret dengan volume masing-masing sebesar 3,6 juta ton dan 3,37 juta ton. Kendati demikian, Dewan Jagung Nasional memprediksi produksi pada Februari tidak akan sebesar prognosis tersebut.

“Waktu kritisnya [pasokan jagung] adalah mulai minggu ketiga Januari sampai akhir Februari. Panen di Februari pun paling banyak sekitar satu juta ton yang sebagian besar terjadi di minggu ketiga dan keempat,” kata Ketua Dewan Jagung Nasional Bidang Riset dan Teknologi Tony Kristianto kepada Bisnis akhir pekan lalu.

Volume produksi ini disebut Tony belum cukup untuk memenuhi kebutuhan. Dia menyebutkan keterbatasan produksi turut dipengaruhi hambatan pengeringan lantaran musim hujan yang masih terjadi di sebagian besar sentra produksi pada Februari.

“Panen raya terlambat karena masa tanam mundur akibat kemarau panjang. Sebagian besar jagung ditanam di lahan tadah hujan. Saya perkirakan pasokan akan mulai normal pada pertengahan Maret,” imbuhnya.

Stok jagung di pabrik pakan sendiri menurut laporan Ditjen PKH Kementan berada di angka 852.424 ton per akhir Desember 2019. Direktur Pakan Sri Widayati mengemukakan stok tersebut bisa mengakomodasi kegiatan produksi pakan setidaknya untuk 45 hari ke depan.

“Ditjen PKH terus melakukan koordinasi dengan Ditjen Tanaman Pangan untuk menjaga ketersediaan jagung, khususnya untuk industri pakan dan peternak,” kata Widayati.

Ketersediaan jagung ini pun diamini oleh pelaku usaha. Kendati demikian, harga dikhawatirkan akan terus merangkak naik di tengah perkiraan panen puncak yang mundur.

“Di beberapa daerah harga jagung sudah di atas Rp5.000 per kilogram, kami khawatir jika panen mundur dan stok menipis harga akan terus naik,” ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo.

Di luar kebutuhan peternak mandiri atau self-mixer, Desianto mengemukakan kebutuhan jagung berkisar di angka 500.000–600.000 ton per bulan. Namun dia menegaskan bahwa penggunaan jagung simpanan pabrik akan mengakibatkan stok terus tergerus. Hal ini disebutnya bakal menyebabkan kenaikan harga dan memicu perebutan pasokan jagung di lapangan antara pabrik dan peternak ayam petelur.

“Yang perlu diperhatikan adalah nasib peternak UMKM karena kemampuan finansial dan kapasitas penyimpanan jagung mereka sangat terbatas,” ujarnya.

Menanggapi hal ini, Widayati mengemukakan bahwa dalam rangka pembenahan manajemen stok jagung, pemerintah akan membangun sarana pendukung pascapanen pada 2020. Fasilitas seperti silo dan dryer (pengering) di sentra peternakan unggas di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur disebutnya bakal disiapkan untuk menjamin ketersediaan jagung sepanjang tahun.

Narasumber : https://ekonomi.bisnis.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *