Ritual Caru di Bali tidaklah melanggar prinsip animal walfare, justru apa yang dilakukan pada ritual Caru lebih dari sekadar animal walfare, karena animal walfare hanya menilai dari aspek fisik semata sedangkan cari lebih dari sekadar fisik. Hewan caru bahkan didoakan agar kelak ketika reinkarnasi menjadi manusia hebat.
Demikian dikemukakan I Ketut Diarmita pada promosi Doktor di Institut Hindu Dharma Negeri (IDHN) Denpasar , hari ini (31/7).
Ketut yang saat ini menjabat sebagai Dirjen PKH menyampaikan desertasi dengan judul “Kajian Penerapan Animal Walfare Dalam Pelaksanaan Caru di Bali”. Setelah sidang terbuka selesai dan diadakan rapat tim penguji, Ketut dinyatakan lulus dengan predikat Cumlaude.
Acara yang berlangsung di aula pasca sarjana IHDN ini mendapat tanggapan antusias dari kalangan masyarakat peternakan, terlihat dari banyaknya pengusaha dan pimpinan asosiasi yang hadir. Selain para para pejabat di Bali dan dari pusat, hampir semua pimpinan asosiasi peternakan antara lain Ketua Pinsar Indonesia Singgih Januratmoko, ketua umum GPPU Achmad Dawami, Ketua Umum GPMT Desianto Budi Utomo, Ketua ASOHI Bali Tarya (mewakili Ketua Umum ASOHI Irawati Fari), sejumlah pengurus GOPAN dan PPUN (Dudung Rakhmat, Sigit Prabowo, Kadma Wijaya), Ketua GAPPI Anton Supit, Direktur eksekutif Gapuspindo Joni Liano dan lain-lain. Karena keterbatasan ruangan aula pasca sarjana IDHN, sejumlah tamu undangan terpaksa berdiri di baris belakang.
Menurut referensi yang ditemukan Infovet, Caru, dalam bahasa Jawa-Kuno (Kawi) artinya korban (binatang), sedangkan ‘Car‘ dalam bahasa Sansekerta nartinya ‘keseimbangan atau keharmonisan’. Jika dirangkaikan, maka dapat diartikan : Caru adalah korban (binatang) untuk memohon keseimbangan dan keharmonisan.
Dalam presentasinya di depan guru besar tim penguji IHDN , ketut memaparkan hasil kajiannya di 5 wilayah di Bali untuk melihat bagaimana pelaksanaan caru dalam rangka mengkaji secara ilmiah dari sisi kesejahteraan hewan (animal walfare).
Dari kajian ilmiahnya ia menyimpulkan, dalam pelaksanaan Caru di Bali , hewan diperlakukan dengan sangat baik. Hewan tersebut harus sehat, tidak cacat, harus bebas dari rasa lapar. Ia dihormati seperti hormat kepada manusia.
Seorang guru besar menyampaikan rasa salutnya kepada Ketut yang di tengah kesibukannya dapat menyelesaikan jenjang pendidikan tertinggi. Guru besar lainnya menyampaikan pengakuannya bahwa tema yang diangkat adalah hal baru bagi masyarakat ilmiah sehingga diharapkan dapat menjadi referensi yang penting tentang caru dan animal Walfare.