Kalangan pengusaha obat mengungkapkan pemberian izin edar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan yang memerluhkan waktu lama adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan kenyataan, menyusul upaya Menkes Terawan Agus Putranto untuk mengambil kembali pemberian izin edar yang selama ini ditangani oleh BPOM.

Para pengusaha yang menyatakan hal itu adalah Direktur PT Dexa Medica Raymond Tjandrawinata dan CEO PT Jamu Sido Muncul Irwan Hidayat di sela-sela acara Dialog Nasional: Sinergi Dalam Hilirisasi Riset Obat, Obat Tradisional dan Pangan Untuk Percepatan Perizinan di Jakarta pada Kamis (13/12/2019).

Direktur PT Dexa Medica Raymond Tjandrawinata mengungkapkan perusahaannya hanya memerlukan waktu paling lama 5 hari untuk mendapatkan izin edar dari BPOM untuk produk obat dan fitofarmaka.

“Untuk mendapatkan izin itu kan harus melalui beberapa tahap seperti uji klinis, uji lapangan, dan pengujian lain. Kami sudah beberapa kali mendapatkan izin dari Badan POM dan waktu yang diperlukan untuk hal itu cuma 5 hari saja,” kata Raymond.

Semua itu, lanjutnya, diperoleh berdasarkan kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan oleh BPOM, tidak ada hal-hal yang dilakukan di luar melakukan kaidah serta ketetapan. “Jadi, kalau ada berita BPOM memperlambat izin obat, itu tidak benar sama sekali,” jelas Raymond.

Hal senada dikemukakan oleh CEO PT Jamu Sido Muncul Irwan Hidayat yang menegaskan bahwa dia memiliki beberapa anak perusahaan dari Sido Muncul yang juga mengajukan izin edar untuk obat dan herbal prosesnya tidak berbelit dan tidak sulit.

“Hanya dalam hitungan tidak sampai seminggu izin sudah bisa diperoleh. Ienguntungkan sekali bagi pengusaha yang harus menjalankan kegiatan bisnis. Mudah kol, jadi nggak benar itu kalau izin edar dan produksi sulit dari BPOM,” kata Irwan.

Raymond dan Irwan juga mengungkapkan proses pemberian izin oleh BPOM adalah yang paling cepat di Asia Tenggara, sebab di negara lain memerlukan waktu berbulan-bulan.

“Pengalaman saya, di Indonesia itu standarnya jelas dan sangat ketat, tapi bisa dilakukan BPOM dalam waktu 5 hari. Saya banyak mendaftarkan produk juga di negara lain di Asia, perlu waktu berbulan-bulan. Jadi, kami mengapresiasi apa yang dilakukan BPOM,” ungkap Raymond sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Bisnis.

Dalam menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab Badan POM memiliki dasar regulasi Keppres No. 2/2003 sebagai Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Di samping itu, pada 9 Agustus 2017, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres No. 80/2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan yang secara tegas menetapkan BPOM sebaga LPNK yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pengawasan obat serta makanan.

Perpres 80/2017 juga mengungkapkan bahwa BPOM nerwenang menerbitkan izin edar obat.

Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi IX dengan Kemenkes pada awal pekan ini beberapa anggota Dewan meminta Menkes menjelaskan rencana mengambil kembali wewenang pemberian izin edar obat yang selama ini dilakukan BPOM.

Ketua Komisi IX DPR Melki Lakalena menegaskan Menkes harus mematuhi aturan yang telah ditetapkan pemerintah dan tidak dapat sewenang-wenang melakukan tindakan sendiri tanpa koordinasi dengan instansi lainnya.

“Jelas terdapat Perpres 80/2017, ini harus dipatuhi dan dijalankan. Jadi, Menkes tidak dapat bertindak sendiri untuk mengambil wewenang yang selama ini dilakukan dan dijalankan BPOM,” kata Melki.

Dia juga mengungkapkan rencana Menkes Terawan Agus Putranto tekait dengan izin edar dan produksi dihentikan, mengingat masih banyak tugas lain yang belum selesai.

“Seperti soal BPJK Kesehatan yang merugi hingga triliunan rupiah, mahalnya harga obat, pembuatan e-katalog, masih banyak yang harus diselesaikan,” kata Melki.

Hal yang sama dikemukakan pula oleh anggota Komisi IX DPR Dewi Asmara yang langsung meminta Menkes tidak melanjutkan rencana menerbitkan izin edar obat.

“Ini buang-buang waktu saja, buang-buang dana, kalau BPOM sudah jalan dengan baik, kita tinggal mengawasi,” kata Dewi.

Sebelumnya Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjelaskan perihal inisiatifnya mengambil alih peredaran obat menjadi di bawah Kementerian Kesehatan.

Terawan menyebut ketentuan tersebut sudah berlaku, tinggal menunggu koordinasi dengan pihak terkait. “Izin edar itu undang-undang bunyinya yang punya izin edar itu memang Kementerian Kesehatan. Selama ini ada Permenkes tahun berapa itu keluar didelegasikan. Kalau delegasinya saya perbaiki untuk tidak saya berikan kan, enggak apa apa,” jelas Terawan.

“Sesuai dengan undang-undang, peraturan pemerintah, bunyinya kita sebagai pemegang izin edar. Ya sudah langsung berlaku, tinggal koordinasi,” sambung Terawan.

Terawan menilai hal ini perlu pihaknya lakukan demi efisiensi waktu yang lebih cepat dan gampang. “Karena kita tidak menilai sebagai pengawas, tapi sebagai pre-market. Kalau post-market mengawasi pre-market, ya jadinya pasti lama,” kata Menkes.

Terawan menuturkan selama ini proses izin edar obat-obatan oleh BPOM memakan waktu yang cukup lama hingga berbulan-bulan. Lantaran demikian, akan dipangkas dengan melakukan deregulasi.

Menurutnya, izin edar yang selanjutnya menjadi kewenangan Kemenkes akan membuat proses pengeluaran izin edar menjadi lebih efisien. Tujuannya, untuk menekan harga obat-obatan dan mendorong investasi industri farmasi.

Sebelumnya, saat dikonfirmasi, Kepala BPOM Penny Lukito mengaku tak ingin berkomentar perihal ambil alih kewenangan itu. Namun, dia menuturkan sebetulnya mahal atau tidaknya harga obat tidak ada keterkaitan langsung dengan proses perizinan di lembaganya.

Menurutnya, pihaknya juga sudah melakukan banyak percepatan mulai dari penggunaan digitalisasi untuk registrasi serta simplikasi proses perizinan di samping tetap memperhatikan aspek pengamanan dan mutu.

“Saya no comment [soal ambil alih wewenang], yang jelas dalam 3 tahun terakhir ini sudah sesuai dengan tugas saya melakukan percepatan perizinan dan sudah ada perbaikan. Sekarang banyak sekali percepatan untuk memberikan izin edar,” kata Penny.

Narasumber : https://ekonomi.bisnis.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *