Fotobioreaktor di Pusat Teknologi Lingkungan – BPPT

Mikroalga, alga mikroskopis kaya nutrisi untuk kegiatan budidaya perikanan

Mikroalga, di samping kehadirannya menjadi ancaman bagi kegiatan akuakultur, beberapa jenis di antaranya justru menjadi berkah bagi perikanan. Pasalnya, kandungan nutrisinya dibutuhkan beberapa jenis ikan budidaya, terutama jenis herbivora.

Alga kerap kali dituding sebagai penyebab munculnya berbagai serangan penyakit dan kematian massal pada ikan maupun udang. Awalnya, terjadi ketidakseimbangan alga di dalam lingkungan perairan.

Selanjutnya, akibat dari komposisi jenis alga yang tidak seimbang, kualitas perairan munurun, tingkat kandungan oksigen dalam air berkurang. Bahkan, sejumlah jenis alga ditengarai mengeluarkan bahan toksik.

Daya tahan tubuh ikan dan udang menurun. Tidak dapat dihindari, penyakit pun merebak ketika daya tahan tubuh turun dan kondisi lingkungan memburuk. Pada akhirnya, terjadi kerugian telak akibat kematian massal pada ikan dan udang budidaya yang tak terhindarkan.

Benarkah alga menjadi biang dari malapetaka tersebut? jawabannya iya. Akan tetapi, kabar baiknya, alga tidak hanya melulu menimbulkan efek negatif bagi budidaya perikanan. Sejumlah alga diketahui berpengaruh positif dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, misalnya untuk industri farmasi, kosmetika, pangan, dan industri lainnya.

Beberapa di antaranya diperlukan dalam kegiatan akuakultur sebagai sumber pakan untuk ikan. Sebut saja misalnya Chlorella vulgaris, Porphyridium cruentum, Dunaliella salina, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Jenis-jenis mikroalga tersebut dipandang menguntungkan karena dapat menyediakan nutrisi yang berlimpah bagi ikan budidaya. Bahkan, karena kandungan nutrisinya yang kaya, tidak sedikit jenis mikroalga tersebut banyak dibudidayakan secara massal mengingat nilai ekonominya yang tinggi.

Mengenal Alga Lebih Dekat

Menurut klasifikasi dalam ilmu biologi, alga merupakan sejenis organisma fotosintesis yang mengandung klorofil, menghasilkan O2 dan merupakan suatu thallus (jaringan vegetatif) yang tidak terdeferensiasi menjadi akar, batang dan daun. Jadi, organisme ini berbeda dengan lumut atau jenis tanaman lainnya.

Pada kerajaan tumbuhan (kingdom plantae), organisme sudah jelas diklasifikasikan berdasarkan organ daun, batang dan akar, sementara pada alga tidak demikian. Meskipun begitu, alga dan tumbuhan sama-sama mempunyai klorofil sehingga mempunyai kemampuan melakukan proses fotosintesis, yaitu mampu menyintesis makanannya sendiri dari sinar matahari dan sumber karbon.

Dengan demikian, seperti halnya tumbuhan, alga pun dapat menghasilkan zat asam (oksigen) sebagai produk samping dari proses fotosintesisnya dan karbohidrat (karbon) sebagai produk utamanya.

Menurut pemaparan Rahmania Admirasari, dari Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), alga sendiri diklasifikan menjadi dua berdasarkan ukurannya, yaitu:

Rahmania Admirasari
  • Makroalga, alga yang berukuran besar, sehingga dapat dilihat dan diamati oleh mata telanjang;
  • Mikroalga atau alga yang berukuran kecil (mikroskopis) dan bakteria fotosintetik oksigenik (Cyanobacteria).

Produk Bernilai Ekonomis Tinggi dari Mikroalga

Saat ini, di dunia sudah dikenal luas beragam jenis alga dengan produk utama yang bernilai ekonomis tinggi. Sebut saja misalnya spirulina. Jenis mikroalga ini menjadi salah satu bahan baku suplemen kesehatan bagi manusia karena kandungan proteinnya yang tinggi, kandungan beragam vitamin yang bermanfaat bagi tubuh, serta kandungan mineral dan asam lemaknya.

Di samping itu, masih banyak jenis alga lain yang bermanfaat dan menjadi komoditas penting. Berikut ini beberapa jenis mikroalga dan berbagai jenis produk yang dihasilkan.

  • Spirulina plantesis, Phycocyanin, produk yang dihasilkan berupa biomassa dan suplemen makanan kesehatan, serta bahan dasar kosmetika
  • Chlorella vulgaris, produk yang dihasilkan berupa biomassa, suplemen kesehatan, dan sumber pakan
  • Dunaliella salina, produk yang dihasilkan Carotenoids, ß-carotene, suplemen makanan, sumber pakan.
  • Haematococcus plavialis produk yang dihasilkan adalah Carotenoids, astaxanthin, yang digunakan dalam suplemen makanan, industri farmasi, dan pakan
  • Odontella aurita sebagai sumber asam lemak, dan bahan baku farmasi, kosmetika, dan sumber makanan.
  • Porphyridium cruentum, produk yang dihasilkan di antaranya adalah polisakarida untuk industri farmasi, kosmetika, dan pakan hewan
  • Isochrysis galbana, produk yang dihasilkan di antaranya adalah asam lemak untuk pakan ternak,
  • Phaeodactylum tricornutum, bahan yang dihasilkan di antaranya adalah lemak, asam lemak, nutrisi asam, serta bahan baku untuk bahan bakar.

Mikroalga, Bahan Bernutrisi Tinggi Bagi Ikan

Alga berperan tak kalah penting dalam kegiatan akuakultur. Beberapa jenis alga sudah dikenal luas sebagai sumber bagi ikan jenis herbivora, seperti ikan bandeng, mas, dan lain-lain.

Menurut Rahmania, aplikasinya dalam bidang akuakultur dapat berupa pakan langsung pada fase pembesaran larva, juvenile, atau pun untuk sebagai pakan zooplankton yang pada akhirnya menjadi bagi ikan.

  • Sumber pada fase pembesaran larva dan juvenilles dari moluksa, crustacea dan ikan.
  • Sumber pakan bagi zooplankton (rotifer, copepoda, dll) yang pada akhirnya menjadi sumber pakan alami bagi ikan.
  • Sumber pakan bagi Ikan herbivore

Tabel 1. Beberapa jenis mikroalga dan manfaatnya bagi jenis hewan akuakultur

Alga Organisma Akuakultur
Chlorella Brachionus
Scenedesmus Artemia, Ikan mas
Skeletonema Tiram dan kerang
Nitzschia Tiram dan kerang
Chaetoceros Tiram dan kerang

Budidaya Mikroalga Skala Massal

Mengingat nilai ekonomisnya yang tinggi, tak sedikit praktisi yang sudah melakukan budidaya mikroalga secara massal. Jenis alga yang dibudidayakan tertentu untuk yang bernilai nutrisi tinggi atau digunakan untuk keperluan lainnya.

Selain itu, jenis yang dibudidayakan tersebut haruslah yang tidak beracun baik bagi hewan maupun manusia. Rahmania mengungkapkan, beberapa persyaratan budidaya mikroalga untuk kegiatan akuakultur harus memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya adalah:

  • Non toksik atau tidak beracun;
  • Ukuran tubuhnya tepat untuk dikonsumsi oleh organisma yang akan dibudidayakan;
  • Dinding sel alga mudah dicerna;
  • Kandungan nutrisi cukup baik.

Pada dasarnya, dalam kegiatan budidaya mikroalga, ada beberapa komponen wajib yang harus ada, yaitu cahaya matahari, karbondioksida (CO2), air, nutrisi, dan peralatan pendukung. Gas karbondioksida dibutuhkan sebagai sumber karbon bagi alga.

Kehadiran air mutlak diperlukan sebagai sumber hydrogen dalam sintesis karbohidrat yang terdiri dari unsur Karbon (C), hydrogen (H), dan Oksigen (O). Sementara itu, kebutuhan nutrisi lainnya, di antaranya unsur Nitrogen, Fosfor, dan unsur-unsur mineral lainnya dapat dipenuhi dari pasokan air limbah budidaya perikanan.

Seperti diketahui, air limbah yang berasal dari budidaya perikanan banyak mengandung sisa-sisa pakan dan zat-zat eksresi ikan, misalnya ammonia, nitrat, nitrit, dan fosfat. Bahan-bahan tersebut merupakan unsur hara bagi mikroalga sehingga airnya dapat dimanfaatkan untuk kultivasi mikroalga.

Gambar 1. Metode budidaya mikroalga secara umum

            Gambar 2. Alur budidaya mikroalga dan waktu pemanenan yang tepat

Kultivasi mikroalga dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sistem terbuka dan sistem fotobioreactor (sistem tertutup). Pada metode terbuka, budidaya mikroalga dilakukan pada kolam/ bak-bak terbuka dengan ukuran yang luas.

Sementara itu, budidaya dengan metode fotobioreactor dilakukan di dalam reaktor-reaktor tertutup yang biasanya terbuat dari kaca/plastik transparan. Hal ini agar permukaan dapat ditembus cahaya matahari yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis.

Masing-masing metode tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahannya sendiri. Sebagai contoh, pada metode tertutup (fotobioreaktor), kelebihannya adalah terjaga dari kontaminasi, produktivitas lebih tinggi, serta tidak membutuhkan lahan yang relative luas. Meskipun demikian, metode ini mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya adalah biaya investasi awal yang mahal.

Di lain pihak, jika budidaya dilakukan pada kolam terbuka, kelebihannya antara lain biaya investasi awal yang relatif rendah dan perawatan mudah. Akan tetapi, kelemahan yang ditimbulkan di antaranya adalah membutuhkan luas lahan yang besar, mudah terkontaminasi oleh mikroalga yang lain, sehingga dapat memicu terjadinya kompetisi. (Noerhidajat/Resti)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *