“Penyakit moncong putih sudah sangat familiar bagi para pembudidaya lele. Apabila penanganan dilakukan dengan cepat, akan dapat menyelamatkan 20% total kematian yang timbul akibat penyakit ini,” ungkap drh. Putu Eka Sudaryatma dari Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Denpasar.

 

Menurut Ir. Taukhid, M.Sc., Peneliti Madya Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor, “Penyakit mulut putih pada benih ikan lele merupakan penyakit complex aetiological agents. Karena disebabkan oleh beberaba faktor (biotik dan abiotik) yang saling memperburuk status kesehatan ikan.”

 

“Taukhid menambahkan, “Kondisi yang paling sering menjadi faktor pemicu munculnya kasus penyakit moncong putih adalah perubahan kondisi lingkungan terutama suhu atau pH air yang berfluktuasi diluar ambang batas toleransi ikan.”

 

“Hal tersebut umumnya terjadi akibat proses transportasi yang kurang memperhatikan prosedur yang baik dan benar. Sehingga mengakibatkan penyakit sindrom pasca transportasi, atau perubahan kualitas air yang cukup singkat dan signifikan akibat kondisi iklim makro, seperti hujan,” ungkapnya.

 

Senada dengan hal tersebut Eka mengatakan, “Pada umunya penyakit moncong putih disebabkan karena adanya luka terbuka yang bisa disebabkan oleh parasit eksternal dan adanya trauma seperti benturan atau gesekan pada saat sortir dilakukan.”

 

Eka melanjutkan, “Kualitas air yang buruk dan pH air terlalu rendah pada saat musim hujan, dapat menyebabkan tumbuh subur beberapa golongan bakteri normal pada air dan mengakibatkan infeksi pada luka tersebut.”

 

Gejala penyakit ini tampak kemerahan pada sirip, bagian kepala dan mulut yang dilanjutkan dengan adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur. Sehingga menyebabkan jaringan nekrosa dan penumpukan hifa jamur  pada bagian infeksi tersebut.

 

Secara eko-biologis, ikan lele mampu hidup dan tumbuh relatif normal pada rentang suhu air yang cukup luas, demikian pula terhadap pH air. “Namun, mereka sangat peka terhadap perubahan nilai kedua parameter tersebut yang cukup besar dalam periode yang relatif pendek. Karena kondisi tersebut akan mengacaukan sistem homeostasi dan aktivitas fisiologi, bahkan proses-proses reaksi enzimatik dan bio-kimia yang terjadi di dalam tubuh lele,” jelas Taukhid.

Selanjutnya Baca di Majalah Info Akuakultur Edisi Mei 2016

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *