Lebih Produktif dengan Polikultur
Beranda Berita dan InformasiEkonomi & BisnisLebih Produktif dengan Polikultur
- 01-25-16
- 406
- Ekonomi & Bisnis
-
Lebih Produktif dengan Polikultur
Rentan terhadap serangan penyakit, budidaya udang windu secara tradisional bisa mengantisipasi kegagalan produksi dengan sistem polikultur. Udang windu, ikan bandeng, dan rumput laut merupakan tiga jenis komoditas yang memungkinkan untuk saling mendukung dalam sistem ini.
Udang windu merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Namun, komoditas tersebut rentan terhadap serangan penyakit sehingga peluang keberhasilannya rendah. Menurut Mangampa dan Burhanuddin, untuk mengantisipasi kegagalan produksi di tambak dipilih rumput laut dan ikan bandeng sebagai komoditas alternatif penghasil produk tambak.
Budidaya udang dan ikan secara polikultur sudah lama dilakukan, tetapi belum banyak dilakukan pembahasan secara mendalam tentang kelebihan dan kekurangannya. Sementara itu, intensifikasi budidaya ikan dan udang secara monokultur dengan penerapan padat tebar tinggi menghadapi banyak permasalahan seperti kestabilan kualitas air serta berkembangnya berbagai penyakit. Untuk itu diperlukan upaya menekan munculnya kasus penyakit yang sering meyebabkan kegagalan atau menimbulkan kerugian pada petani pembudidaya. Salah satunya dengan penerapan polikultur.
Polikultur dua jenis komoditas seperti udang dan ikan, maupun tiga jenis—udang, ikan, dan rumput laut—sudah banyak diterapkan oleh para pembudidaya. Tujuannya untuk menjaga keseimbangan lingkungan, mengurangi munculnya kasus penyakit, mencegah kerugian, serta menambah pendapatan. Jika komoditas utamanya udang, hasil panen berupa ikan dan rumput laut menjadi tambahannya.
Ada beberapa pola polikultur, antara udang, ikan, dan rumput laut. Pola pertama, udang windu Penaeus monodon, ikan bandeng Chanos chanos, dan rumput laut Gracilaria sp. Secara umum, pola ini dilakukan oleh pembudidaya tradisional.
Pola kedua, udang windu (Penaeus monodon) dan ikan nila (Oreochromis niloticus) atau ikan bandeng (Chanos chanos). Komoditas utama berupa udang, sedangkan komoditas lain sebagai penyeimbang.
Pola ketiga, ikan nila atau bandeng menjadi komoditas utama. Sementara udang sebagai penyeimbang. Pola kedua dan ketiga tersebut sudah dilakukan oleh para pembudidaya, tetapi penyebarannya masih sangat terbatas.
Suksesnya budidaya sistem polikultur ditunjang dengan kondisi kualitas air yang baik. Kriteria kualitas air untuk budidaya di tambak menurut Balai budidaya Takalar dapt dilihat pada Tabel Kriteria.
Tabel Kriteria kualitas air untuk budidaya di tambak (BBAP Takalar)
Parameter Ukur | Kisaran Nilai Optimum |
Salinitas | 0 – 15 ppt |
Suhu | 25 – 32 oC |
Oksigen terlarut (DO) | 3,0 – 8,0 ppm |
CO2 | 5,0 – 12 ppm |
pH | 6,5 – 9,0 |
Kesadahan | 50 – 150 ppm |
Hasil kajian budidaya polikultur udang, ikan dan rumput laut
Secara ringkas, gambaran budidaya udang windu, ikan bandeng, dan rumput laut Gracilaria sp secara tradisional sebagai berikut.
Persiapan tambak meliputi pengeringan, pembersihan caren, dan pengapuran maksimal 100 kg/ha. Pengisian air 10—15 cm, pemberian saponin maksimal 25 kg/ha, serta pemupukan urea maksimal 100 kg/ha dan SP-36 maksimal 100 kg/ha. Setelah 1 minggu, rumput laut ditebar merata di bagian plataran. Kemudian air ditinggikan antara 80—100 cm. Seminggu kemudian benih bandeng ukuran 3 cm ditebar, lalu menyusul benih udang windu gelondongan.
Pemberian pakan dilakukan setelah 2—4 minggu atau diperkirakan pakan alami habis. Pakan bandeng dan pakan udang diberikan 1 kali per hari, dengan pemberian pakan bandeng terlebih dahulu baru pakan udang. Selama 1 siklus pemeliharaan, untuk 2—6 ha tambak dengan penebaran seperti dalam tabel, diperlukan bahan-bahan sebagai berikut.
Benih
– Rumput laut – Udang Windu (PL 25) – Ikan Bandeng |
Rp 6500,-/kg @ 970 kg @ 3 kali Rp 100,-/ekor @ 20.000 ekor @2 kali Rp 350,-/ekor @2.500 ekor @ 1 kali |
Rp 18.915.000 Rp 4.000.000,- Rp 875.000,- |
Pakan
– Pakan udang (50 kg) – Pakan Bandeng (100 kg) |
Rp 375.000,00 Rp 600.000,00 |
|
Pupuk Phonska | Rp 315.000,00 | |
Kapur dolomit dan Saponin | Rp 100.000,00 | |
Pupuk urea dan TSP | Rp 350.000,00 | |
Subtotal | Rp 25.530.000,00 | |
Lain-lain | Rp 5.000.000,00 | |
Total | Rp 30.530.000,00 |
Perhitungan ekonomis dalam 1 siklus selama 5 bulan adalah sebagai berikut
Uraian | Bibit/Benih | Hasil Panen | Pendapatan | |
Udang windu | 20.000 ekor | 200 kg | Rp 28.000.000 | |
Ikan bandeng | 2.500 ekor | 300 kg | Rp 4.200.000 | |
Gracilaria | 970 kg | 1.000 kg | Rp 21.000.000 | |
Pendapatan | Rp 53.200.000 | |||
Pengeluaran | Rp 30.530.000 | |||
Keuntungan | Rp 22.670.000 |
Sumber : Murachman, dkk. 2010
Tanpa pakan pun bisa
Kajian Budidaya Multitropik udang windu, rumput laut, dan ikan bandeng juga dilakukan oleh Suharyanto, dkk. dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Sulawesi selatan pada tahun 2010. Hasilnya menunjukkan bahwa hasil optimum dari 1 ha tambak jika diisi dengan 2.500 ekor tokolan udang windu (PL-31), 1 ton rumput laut, dan 1.000 ekor bandeng. Survival rate untuk udang dan ikan bandeng masing-masing 66,9%; 33,7 kg; dan 99,8%, 63,9 kg dengan keuntungan finansial Rp 11.572.000. Hasil keuntungan tersebut diperoleh dengan cara tradisional tanpa pakan dalam 3 bulan pemeliharaan.
Penggunaan ikan dalam budidaya udang sebagai komoditas sekunder sangat memberikan arti dalam efisiensi penggunaan pakan, pengendalian pencemaran, sekaligus mencegah pemangsaan terhadap udang yang sakit atau mati sehingga mengurangi resiko penularan penyakit. Di samping itu, penambahan komoditas dalam budidaya pada tempat yang sama dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat meningkatkan pendapatan selain hasil dari udang. Selamat mencoba dan berkreasi untuk meningkatkan pendapatan. ***
Oleh Suprapto NS
Tim Teknis SCI, Pakar Bioflok Indonesia
- Komentar
- 0