Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Kelautan Peter Thomson memprakarsai Asean South Pacific Maritime Dialogue on IUU Fishing di sela-sela penyelenggaraan Sidang Umum PBB di New York, AS, Rabu (25/9/2019).

Pertemuan ini merupakan langkah awal pembentukan koalisi aksi di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik untuk memberantas Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing.

Acara ini merupakan implementasi kesepakatan sherpa High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy (HLP) tentang perlunya koalisi aksi sebagai praktik terbaik untuk menyelamatkan laut dunia.

Dalam pertemuan ini Menteri Susi menjelaskan terdapat tiga hal utama yang diperlukan untuk meningkatkan kerjasama antarnegara dalam pemberantasam IUU fishing berdasarkan pengalaman Indonesia.

Pertama, persamaan persepsi bahwa IUU Fishing merupakan ancaman yang serius terhadap kesehatan laut dan keamanan di laut harus dilakukan.

Kedua, pentingnya sistem yang transparan serta pertukaran informasi yang akurat dan mutakhir.

Ketiga, perlunya membangun forum untuk berbagi pengalaman dan keahlian untuk mewujudkan penegakan hukum terhadap IUU fishing yang efektif.

Pernyataan Susi disambut baik oleh para perwakilan negara yang hadir. Thailand menyampaikan ketiga upaya tersebut dapat diwujudkan melalui rencana pembentukan Asean IUU Fishing Network yang akan dibahas pada November mendatang dalam Asean Ministerial Meeting di Brunei.

Asean IUU Fishing Network akan menjadi sebuah platform negara-negara Asean untuk berbagi informasi dan data pemanfaatan sumber daya perikanan.

Mengingat pentingnya transparansi di bidang perikanan, Susi berpendapat agar platform jaringan tersebut juga dimanfaatkan untuk berbagi data transmitter dari Vessel Monitoring System (VMS) dan Automatic Identification System (AIS).

“Kalau kita antarnegara saling berbagi data tentang lalu lintas kapal dan memantaunya secara bersama-sama, praktik IUU Fishing lintas-batas pun pasti dapat lebih mudah diawasi dan ditekan,” ucapnya seperti dikutip dari keterangan pers yang diterima pada Minggu (29/9/2019).

Susi berpendapat bahwa implementasi Port State Measures Agreement (PSMA) tidak akan efektif apabila kegiatan alih muat hasil tangkapan antar kapal di laut (transshipment) tetap dibiarkan, tidak diatur, dan tidak diawasi.

“Ratifikasi PSMA adalah hal yang bagus, tetapi akan menjadi macan tanpa taring tanpa pelarangan transshipment karena masih banyak kapal perikanan yang tidak melaporkan hasil tangkapannya ke pelabuhan. Sebaliknya, mereka  melakukan berbagai modus transshipment yang tersusun rapi,” ujarnya.

Menutup diskusi, Susi mengusulkan agar pertemuan tingkat menteri antarnegara dapat dilakukan secara teratur setidaknya setahun sekali. Momentum forum-forum internasional seperti Our Ocean Conference, United Nations Ocean Conference, maupun HLP dapat dimanfaatkan untuk melakukan pertemuan tersebut.

“Lewat pertemuan-pertemuan seperti ini, kita dapat saling bertukar informasi tentang program aksi masing-masing negara antar kawasan regional. Di samping itu, kita perlu segera merintis aksi bersama dengan menggunakan platform yang ada seperti Sekretariat Asean dan platform serupa untuk kawasan Pasifik Selatan,” pungkasnya.

Inisiatif untuk membangun koalisi negara mulai dijajaki di berbagai kawasan selain Asia Tenggara yakni di Afrika, Pasifik, dan Amerika Serikat. Moderator Jim Leape menyampaikan perlu adanya jaringan untuk menjembatani inisiatif antar kawasan tersebut.

Hadir dalam diskusi kali ini Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Kelautan, Menteri Luar Negeri Timor Leste, Penasihat Menteri Pertanian dan Kerja Sama Thailand, Penasihat Menteri Malaysia, dan perwakilan Misi Diplomatik Permanen Singapura untuk PBB.

Jim Leape dari Stanford University selaku moderator menekankan pentingnya koalisi antarnegara untuk melindungi keberlanjutan sumber daya perikanan dunia. Setiap negara kemudian diberikan kesempatan untuk menjelaskan kebijakan nasionalnya.

Menteri Luar Negeri Timor Leste Dionísio Da Costa Babo Soares menyampaikan bahwa negaranya telah melakukan beberapa langkah untuk memberantas IUU Fishing. IUU Fishing telah mengakibatkan kerugian sebesar US$20 juta setiap tahunnya.

Salah satu langkah pemberantasan yang dimaksud adalah dengan memberatkan sanksi terhadap pelaku IUU fishing pada criminal code dan mengakui adanya hubungan kuat antara IUU fishing dengan beberapa kejahatan lainnya di laut.

Selanjutnya, Penasihat Menteri Thailand mengangkat pentingnya peran negara pelabuhan (port state) untuk mencegah hasil tangkapan IUU fishing masuk ke pasar negaranya. Sejalan dengan hal itu, Penasihat Menteri Malaysia menyampaikan bahwa sebagai negara yang sudah meratifikasi , Malaysia turut berupaya meningkat perannya sebagai negara pelabuhan.

Hal ini dilakukan melalui penguatan koordinasi secara domestik antar-instansi yang memiliki kewenangan dalam pelaksaanaan inspeksi di pelabuhan.

Sementara itu, walaupun belum meratifikasi PSMA, Singapura menyampaikan bahwa negaranya telah melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki sistem inspeksi pelabuhan.

Berkaitan dengan hal itu, Thailand membagikan pengalamannya tentang pemberlakuan kebijakan monitored transshipment yang mewajibkan hasil tangkapan yang dialihmuatkan terdata lengkap. Semua prosesnya pun terawasi oleh CCTV.

Kehadiran Peter Thomson pada rapat ini menjadi penting untuk menghubungkan inisiatif yang dijajaki oleh negara-negara Asia Tenggara dan sekitarnya dengan negara di kawasan lainnya, terutama di Pasifik.

Thomson menyatakan akan mengangkat inisiatif yang dibahas pada pertemuan ini pada Pacific Ocean Alliance Meeting yang akan diselenggarakan di Suva, Fiji, pada 1 – 4 November 2019.

Dia juga menekankan urgensi aksi global untuk mewujudkan target-target Sustainable Development Goals (SDGs) ke-14, terutama yang ditargetkan untuk selesai pada 2020.

Narasumber : ekonomi.bisnis.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *